
2-3 persen peminjam fintech mengajukan restrukturisasi. (Foto: Cermati)
Berdasarkan data dari Investree, sekitar 15 persen debitur (peminjam) financial technology / fintech berpotensi terkena dampak virus COVID-19. Meski demikian, menurut Chief Risk Officer Investree, Amelia Safitri, baru ada 2-3 dari debitur Investree yang meminta restrukturasi atau keringanan kredit. Amelia menyebutkan berbagai sektor yang terdampak adalah mereka yang bekerja di sektor pariwisata, hotel dan restoran.
Nasabah yang meminta restrukturisasi adalah mereka yang pendapatannya anjlok karena COVID-19 dan berpotensi tidak bisa melanjutkan cicilan pinjaman mereka pada platform seperti Investree. Meski demikian, fintech seperti Investree tidak bisa memberikan keringanan kredit karena platform fintech merupakan fasilitator antara peminjam dan pemilik dana.
“Kita tidak mau asal kasih restrukturisasi. Karena kendalanya off-balance sheet, dananya bukan platfrom tapi lender. Jadi kita minta izin ke lender untuk restrukturisasi atau payment holiday, satu-satu kita review,” ujar Amelia.
Ada beberapa kriteria dasar uang diberlakukan bagi peminjam yang ingin melakukan restruktirisasi, yakni pertama, peminjam wajib membuktikan status pekerjaan sebagai pelaku UMKM yang terdampak COVID-19 dan tidak memiliki kemampuan membayar cicilan pinjaman di waktu jatuh tempo.
Kedua, sebelum tanggal 2 Maret, peminjam yang bersangkutan harus memiliki catatan pembayaran yang lancar alias tidak pernah menunggak sebelumnya. Ketiga, permintaan restrukturisasi pinjaman harus dilakukan beberapa waktu sebelum jatuh tempo untuk kepentingan verifikasi dan review dari pihak fintech.
Jika ketiga syarat tersebut dipenuhi, maka kesempatan peminjam untuk mendapatkan kresturkturisasi kredit dari fintech akan semakin besar.